Baru baca artikel ni ,ternyata eh ternyata .......
“.....kalau sampai sunat dilakukan pada seorang bayi perempuan, artinya klitorisnya akan terpotong sepertiganya. Jadi, perbandingannya kurang lebih sama panjangnya dengan kulit penis anak laki-laki ketika disunat.....”
Masalah sunat perempuan yang sangat dekat dengan keseharian kita ini sesungguhnya didukung oleh banyak faktor seperti budaya, sosial, medis, agama bahkan politik. Sunat perempuan yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga diberbagai belahan dunia lain. Prakteknya bermacam-macam, dari yang hanya bersifat simbolik dengan cara menempelkan, menoreh atau memotong kunyit pada bagian klitoris bayi perempuan sampai kepada memotong habis klitoris tersebut.
Hadist “al-Khitanu sunnatun lirrijal, wa makromatun linnisa” (khitan sunah untuk lelaki, dan kehormatan untuk perempuan) sering menjadi dasar agama untuk melakukan sunat perempuan. Alasan lain adalah untuk membatasi perempuan karena adanya pemahaman perempuan dianggap makhluk liar yang binal sehingga perlu dilakukan “pensucian” melalui upacara-upacara simbolik dengan memotong organ genitalnya. Dan yang lebih ironis lagi, ternyata “aturan” sunat perempuan ini menjadi alasan politis untuk mempertahan posisi seseorang. Diungkapkan seorang tokoh agama yang juga menjabat salah satu pembesar di sebuah lembaga keagamaan di negara ini sangat meyakini bahwa praktek sunat perempuan bukan merupakan ajaran Islam. Tetapi karena madzhab yang dianut oleh sebagain besar pemimpin keagamaan di Indonesia mengharuskan sunat perempuan, maka lembaga ini memilih mendukung hal tersebut dengan alasan kuatir tidak didukung secara politis oleh para pemimpin keagamaan tersebut.
Terungkap juga bahwa pelaku praktek sunat perempuanpun bermacam-macam. Dari dukun beranak sampai bidan, bahkan dokter umum. Hasil penelitian Pusat Studi Wanita (PSW) Padang menyebutkan bahwa di daerah Padang Pariaman sunat perempuan dilakukan oleh bidan atau dukun dengan cara memotong klitoris menggunakan gunting. Uniknya, menurut sebagian besar peserta, sunat perempuan merupakan tradisi agama dan tidak bisa diganggu gugat. Namun ketika ditanyakan dasar agama yang digunakan, semua peserta tidak dapat menyebutkannya.
Menurut riset di beberapa Rukun Warga (RW) di daerah Jatinegara, Jakarta, sunat perempuan banyak dilakukan oleh masyarakat dengan alasan tradisi. Ditemukan juga fakta bahwa perilaku sunat perempuan tidak hanya dilakukan oleh keluarga yang beragama Islam tetapi juga non Islam.
------------------------- dikutip dari : http://www.rahima.or.id